Day 1 Traveling in
Derawan Island
Hari pertama jalan-jalan di Derawan. Kedatangan kami di Pulau Derawan adalah 11 Mei 2017. Tapi baru di hari selanjutnya yaitu tanggal 12 Mei
2017 kami mulai berkeliling. I feel so excited about this island until I feel like I have to write it
down.
First stop adalah spot Haji Mangku. Semacam gua air yang ada
di Pulau Maratua. Perjalanan dari bibir pantai ke dalam agak sulit karena
tajamnya bebatuan dan cukup terjal untuk turun ke dalam air. Tentunya hal ini
bisa dihindari kalau mau uji nyali langsung melompat dari atas dengan jarak
menuju air kurang lebih 3-5 meter. Batu tempat berpijak di dalam air berwarna
warni. Air biru gelap, sulit melihat ke dasar. Spot Haji Mangku benar-benar
dingin dan misterius. Mungkin itu kata-kata yang paling tepat untuk
menggambarkannya.
Sudah bergerak ke sana ke mari, badan tetap terasa dingin.
Menyenangkan kalau suasana masih sepi di sana. Karena daerah yang agak sempit
dan bebatuan yang tajam, akan terasa kurang nyaman jika terlalu banyak orang di
dalam gua air itu. Air yang dingin lama-lama terasa menyejukkan. Pasang surut
laut berpengaruh kepada ketinggian di dalam gua air ini. Saat masih pasang,
kedalaman air akan semakin tinggi. Menurut cerita orang lokal yaitu tour guide
kami, Pak Vitra, kedalaman ke dasar bisa mencapai 10-15 meter. Jadi jangan
sampai menjatuhkan kamera atau peralatan renang di sini.
Masih di Maratua, Maratua Beach Resort adalah tempat yang
tepat untuk berfoto. Susunan kayu pada jembatan tampak cantik dan elegan.
Memberikan kesan mewah dan menyenangkan. Tapi sebelum menaiki jembatan cantik
itu, akan lebih menyenangkan untuk sejenak berfoto-foto di bawah. Karena di
bawah jembatan, ada hamparan pasir putih yang cantik berpadu dengan air jernih
yang menyegarkan. Air tidak terlalu tinggi saat itu karena sudah mulai surut.
Tapi jika sedikit lebih pasang, berenang di bawah Maratua Resort juga bisa
menjadi pilihan yang bagus untuk bersenang-senang dan berfoto ria.
Menjajaki jembatan di atas air Maratua Resort, mendadak
terlihat semacam belut putih menari dari sebelah kanan, melewati jembatan
tempat kami berdiri, muncul kembali di sisi kiri jembatan, tapi tidak
melanjutkan perjalanannya ke lautan. Belut putih itu sempat menakuti gerombolan
ikan kecil, sebesar ikan teri yang berteduh di bawah jembatan. Ikan kecil itu
sempat menyambut kami juga ketika turun dari kapal. Sekilas bentuknya tidak jelas,
seperti tanaman hitam yang bergerak. Sesudah menakuti ikan kecil, belut putih
itu hilang dari pandangan kami, mungkin menyusuri bagian bawah jembatan.
Melihat belut putih unik dan cantik itu adalah kenikmatan
tersendiri berjalan di Maratua Beach Resort. Buat saya, kecantikannya
mengalahkan kecantikan resort ini. Tapi sungguh, tanpa belut itu pun, resort
ini adalah resort yang rapi tertata dan pas sekali untuk berfoto. Kayu-kayunya
dicat merah tua, tidak ada yang lapuk atau berlubang. Di ujung jalan, ada
deretan kursi santai dari kayu. Pemandangan di sana menghampar ke lautan,
langit, dan dermaga di sisi lain.
Selepas menikmati cantiknya Maratua, sedikit menyeberangi
lautan, sampailah kami ke Pulau Kakaban. Ketika kapal kami mengitari separuh
sisi dari Pulau Kakaban, tampaklah bahwa pulau ini lebih misterius, lebih sulit
untuk diakses. Tidak ada pinggiran pantai menghampar seperti Pulau Maratua.
Sisi-sisi pulau ini adalah batuan terkikis air yang disambung dengan tingginya
pepohonan. Pucuk pohon semakin ke dalam semakin meninggi, menunjukkan dataran
yang juga semakin menanjak. Setelah kapal mengitari separuh pulau tersebut,
sampailah kami di dermaga Pulau Kakaban. Dermaga tersebut cukup panjang. Ada
loket dan papan selamat datang di ujungnya.
Melewati loket, jalan menuju ke danau ubur-ubur cukup jauh.
Tangga-tangga menanjak kemudian menurun. Kami melewati satu jalur kayu yang
sudah disusun sedemikian rupa mengarah ke dalam danau. Jika tidak ada orang-orang
yang menyusun kayu-kayu tempat berpijak, tentunya akses ke danau akan menjadi
sangat sulit, lebih lama dan mungkin bahkan mustahil untuk orang yang jarang
melewati medan sulit. Sementara di kiri kanan kami adalah pepohonan dengan
batuan yang sama dengan yang ada di spot Haji Mangku, yaitu batuan tajam hampir
seperti karang. Beberapa pohon diberikan nama. Nama-nama yang jarang didengar
oleh orang awam seperti saya. Entah karena menggunakan nama dengan bahasa
daerah, Bahasa Bajoe, atau memang pepohonan di sana adalah pepohonan yang
jarang ditemui di kota.
Bersiap masuk ke dalam danau, kaki perlahan menginjak tangga
menuju ke dalam danau. Agak ragu-ragu karena warna danau yang hijau pekat.
Ternyata gerakan ragu dan perlahan itu membuat ikan-ikan kecil menghampiri,
jadi saya berdiam sejenak. Ternyata ikan-ikan itu menggigiti kaki sama seperti
ikan-ikan di fish spa. Sempat kegirangan karenanya, lalu saya sadar sudah
menghalangi jalan orang yang mau menikmati danau haha. Masuklah kami
perlahan-lahan ke dalam danau. Sejak dari pinggiran tangga, ubur-ubur sudah
terlihat. Kaki kami semakin sering saja terkena sentuhan ubur-ubur setiap kali
bergerak. Tangan, kaki, wajah, sekujur tubuh kami terkena ubur-ubur. Sesuai
reputasinya, ubur-ubur di sini tidak menyengat. Mulanya hanya ubur-ubur warna
oranye dengan tentakel seperti buah jeruk yang terlihat, jumlahnya sangat banyak.
Lalu mulai bermunculan ubur-ubur transparan. Masih tampak karena pinggirannya
berwarna putih.
Danau Kakaban, benar-benar tempat yang indah untuk berenang.
Air sangat tenang, tidak ada ombak. Ubur-ubur tak bersengat selalu menghibur,
diselingi ikan-ikan kecil yang jumlahnya cukup banyak. Ikan-ikan kecil yang
mencari celah untuk menggigiti kulit manusia. Saya sempat berpaling mencari
ujung danau, ternyata tidak bisa. Sulit diketahui ujung dari Danau Kakaban.
Danau ini sangat luas, entah membentang berapa kilometer. Warna air semakin
jauh, semakin gelap. Kemisteriusannya benar-benar menarik hati. Mungkin hampir
mirip legenda siren yang menarik para pelaut. Saya juga sempat tersihir oleh
dalam dan luasnya Danau Kakaban. Seakan tidak cukup hanya berenang beberapa
puluh meter dari pinggiran danau. Ingin tahu apa yang ada di dasar, apa yang
ada di ujung. Saya ingin melihatnya. Tapi tentu saja, itu hanya bisikan hati.
Tidak ada orang yang masuk ke dasar atau ke ujung danau saat itu.
Ubur-ubur Danau Kakaban adalah tempat yang wajib dikunjungi.
Salah satu ikon dari wisata Derawan. Bermain bersama ubur-ubur, menyentuh,
melihat, berfoto, dan secara tidak sengaja-maaf-menendang ubur-ubur adalah
kegiatan yang langka dan menyenangkan. Karena tidak ada ombak dan arus seperti
di laut, berenang pun bisa lupa waktu di sini. Yang kecil, yang sedang, yang
seperti jeruk, dan yang transparan terus menerus tersaji di depan mata. Lucu
dan menghibur. Sampai sekarang pun, saya selalu mengingat Danau Kakaban sebagai
tempat yang menenangkan.
Kesenangan tidak berhenti di sana. Selesai istirahat
sejenak, makan siang, dan minum air kelapa seharga Rp 25.000,- di dermaga Pulau
Kakaban, kami bergerak menuju Pulau Sangalaki. Di perjalanan menuju Pulau
Sangalaki kami berharap menemukan pari manta, jika memang jodoh. Dan ternyata,
berjodohlah kami dengan pari manta. Beberapa menampakan sisi sayapnya ke atas
permukaan. Masih di kapal, belum melihat langsung saja, saya sudah sangat
bersemangat. Arus cukup kencang di sana, tapi ketakutan yang biasa harus
dihadapi sebelum melompat dari kapal, sirna sudah. Saya ingin melompat ke
lautan sekarang, secepatnya. Boot man dan guide mencari celah. Turun pertama
kali, aku mendapat pandangan yang jelas dari sisi samping pari manta.
Magnificent, amazing, beautiful, gorgeous, entah kata apa lagi yang sanggup
menggambarkan perjumpaan langsung dengan pari manta. Mereka berenang dengan
anggun dan tenang. Luar biasa. Ekor dan ukurannya tampak mengintimidasi dari
dekat, tapi pari manta benar-benar tenang dan tidak ada gelagat mengganggu sama
sekali.
Ketika
kembali ke permukaan air, saya langsung saja berteriak seperti anak kecil. Gila ! Luar biasa ! Keren ! Entah kata apa yang
terucapkan waktu itu. Kami naik ke kapal lagi untuk mencari celah mendekati
manta. Aku pun turun kembali dari kapal. Kali ini pari berhadapan langung
dengan kami. Face to face almost. Tapi pari itu menukik ke bawah, menghindari
kami. Wuahhh ! Benar-benar gentle giant. Suguhan tidak berhenti dengan satu
pari manta. Kami bergerak menjauh sedikit dan hadirlah tontonan terakhir kami,
black manta. Kembali berenang dari depan menuju kami. Menukik ke bawah seperti
pari manta sebelumnya. Tampak pula pinggiran bibir pari manta yang kebiruan.
Dari atas, tampak sekujur tubuhnya yang benar-benar hitam legam tanpa corak
keputihan. This is truly elegant black. Senyum terus merekah sampai ke atas
kapal, bahkan sampai saat ini hanya dengan mengenang momen-momen itu.
Selama ini membaca dan melihat pari manta dari buku, TV
kabel, dan internet, benar-benar tidak ada bandingannya dengan melihat
langsung. Tidak ada kata atau foto atau video yang cukup bagus untuk mendeskripsikan
perasaan bertemu langsung dengan satwa liar menakjubkan seperti itu.
Masih excited setelah bertemu manta, kami turun di Pulau
Sangalaki. Pulau ini kecil dengan hamparan pasir putih tempat penyu-penyu biasa
membuat sarang. Tidak ada bebatuan tajam seperti Pulau Kakaban. Dari pantai
hanya tampak bangunan-bangunan sederhana. Kami perlu berjalan beberapa meter
saja untuk sampai ke tujuan utama kami yaitu tukik. Tukik-tukik disimpan di
dalam bak besar terbuka di luar bangunan. Di samping bak tersebut masih tampak
bekas lubang sarang yang besar dan beberapa bekas kulit telur penyu.
Tukik-tukik berwarna hitam itu sangat menggemaskan. Kami
berfoto bergantian dengan tukik-tukik yang berbeda. Lalu tak lama bertolak
kembali ke penginapan di atas laut di Pulau Derawan.
There is more than meets the eye with Derawan. Sekian dulu
untuk pengalaman di wilayah Derawan dan sekitarnya. Ditutup dengan foto dari si
tukik imut. Tunggu cerita di hari selanjutnya yah :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar