Minggu, 16 Juli 2017

Hari Pertama Mengelilingi Pulau Cantik Derawan dan sekitarnya



Day 1 Traveling in Derawan Island

Hari pertama jalan-jalan di Derawan. Kedatangan kami di Pulau Derawan adalah 11 Mei 2017. Tapi baru di hari selanjutnya yaitu tanggal 12 Mei 2017 kami mulai berkeliling. I feel so excited about this island until I feel like I have to write it down.

First stop adalah spot Haji Mangku. Semacam gua air yang ada di Pulau Maratua. Perjalanan dari bibir pantai ke dalam agak sulit karena tajamnya bebatuan dan cukup terjal untuk turun ke dalam air. Tentunya hal ini bisa dihindari kalau mau uji nyali langsung melompat dari atas dengan jarak menuju air kurang lebih 3-5 meter. Batu tempat berpijak di dalam air berwarna warni. Air biru gelap, sulit melihat ke dasar. Spot Haji Mangku benar-benar dingin dan misterius. Mungkin itu kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkannya.


Sudah bergerak ke sana ke mari, badan tetap terasa dingin. Menyenangkan kalau suasana masih sepi di sana. Karena daerah yang agak sempit dan bebatuan yang tajam, akan terasa kurang nyaman jika terlalu banyak orang di dalam gua air itu. Air yang dingin lama-lama terasa menyejukkan. Pasang surut laut berpengaruh kepada ketinggian di dalam gua air ini. Saat masih pasang, kedalaman air akan semakin tinggi. Menurut cerita orang lokal yaitu tour guide kami, Pak Vitra, kedalaman ke dasar bisa mencapai 10-15 meter. Jadi jangan sampai menjatuhkan kamera atau peralatan renang di sini.

Masih di Maratua, Maratua Beach Resort adalah tempat yang tepat untuk berfoto. Susunan kayu pada jembatan tampak cantik dan elegan. Memberikan kesan mewah dan menyenangkan. Tapi sebelum menaiki jembatan cantik itu, akan lebih menyenangkan untuk sejenak berfoto-foto di bawah. Karena di bawah jembatan, ada hamparan pasir putih yang cantik berpadu dengan air jernih yang menyegarkan. Air tidak terlalu tinggi saat itu karena sudah mulai surut. Tapi jika sedikit lebih pasang, berenang di bawah Maratua Resort juga bisa menjadi pilihan yang bagus untuk bersenang-senang dan berfoto ria.

Menjajaki jembatan di atas air Maratua Resort, mendadak terlihat semacam belut putih menari dari sebelah kanan, melewati jembatan tempat kami berdiri, muncul kembali di sisi kiri jembatan, tapi tidak melanjutkan perjalanannya ke lautan. Belut putih itu sempat menakuti gerombolan ikan kecil, sebesar ikan teri yang berteduh di bawah jembatan. Ikan kecil itu sempat menyambut kami juga ketika turun dari kapal. Sekilas bentuknya tidak jelas, seperti tanaman hitam yang bergerak. Sesudah menakuti ikan kecil, belut putih itu hilang dari pandangan kami, mungkin menyusuri bagian bawah jembatan.

Melihat belut putih unik dan cantik itu adalah kenikmatan tersendiri berjalan di Maratua Beach Resort. Buat saya, kecantikannya mengalahkan kecantikan resort ini. Tapi sungguh, tanpa belut itu pun, resort ini adalah resort yang rapi tertata dan pas sekali untuk berfoto. Kayu-kayunya dicat merah tua, tidak ada yang lapuk atau berlubang. Di ujung jalan, ada deretan kursi santai dari kayu. Pemandangan di sana menghampar ke lautan, langit, dan dermaga di sisi lain.

Selepas menikmati cantiknya Maratua, sedikit menyeberangi lautan, sampailah kami ke Pulau Kakaban. Ketika kapal kami mengitari separuh sisi dari Pulau Kakaban, tampaklah bahwa pulau ini lebih misterius, lebih sulit untuk diakses. Tidak ada pinggiran pantai menghampar seperti Pulau Maratua. Sisi-sisi pulau ini adalah batuan terkikis air yang disambung dengan tingginya pepohonan. Pucuk pohon semakin ke dalam semakin meninggi, menunjukkan dataran yang juga semakin menanjak. Setelah kapal mengitari separuh pulau tersebut, sampailah kami di dermaga Pulau Kakaban. Dermaga tersebut cukup panjang. Ada loket dan papan selamat datang di ujungnya.

Melewati loket, jalan menuju ke danau ubur-ubur cukup jauh. Tangga-tangga menanjak kemudian menurun. Kami melewati satu jalur kayu yang sudah disusun sedemikian rupa mengarah ke dalam danau. Jika tidak ada orang-orang yang menyusun kayu-kayu tempat berpijak, tentunya akses ke danau akan menjadi sangat sulit, lebih lama dan mungkin bahkan mustahil untuk orang yang jarang melewati medan sulit. Sementara di kiri kanan kami adalah pepohonan dengan batuan yang sama dengan yang ada di spot Haji Mangku, yaitu batuan tajam hampir seperti karang. Beberapa pohon diberikan nama. Nama-nama yang jarang didengar oleh orang awam seperti saya. Entah karena menggunakan nama dengan bahasa daerah, Bahasa Bajoe, atau memang pepohonan di sana adalah pepohonan yang jarang ditemui di kota.

Bersiap masuk ke dalam danau, kaki perlahan menginjak tangga menuju ke dalam danau. Agak ragu-ragu karena warna danau yang hijau pekat. Ternyata gerakan ragu dan perlahan itu membuat ikan-ikan kecil menghampiri, jadi saya berdiam sejenak. Ternyata ikan-ikan itu menggigiti kaki sama seperti ikan-ikan di fish spa. Sempat kegirangan karenanya, lalu saya sadar sudah menghalangi jalan orang yang mau menikmati danau haha. Masuklah kami perlahan-lahan ke dalam danau. Sejak dari pinggiran tangga, ubur-ubur sudah terlihat. Kaki kami semakin sering saja terkena sentuhan ubur-ubur setiap kali bergerak. Tangan, kaki, wajah, sekujur tubuh kami terkena ubur-ubur. Sesuai reputasinya, ubur-ubur di sini tidak menyengat. Mulanya hanya ubur-ubur warna oranye dengan tentakel seperti buah jeruk yang terlihat, jumlahnya sangat banyak. Lalu mulai bermunculan ubur-ubur transparan. Masih tampak karena pinggirannya berwarna putih.


Danau Kakaban, benar-benar tempat yang indah untuk berenang. Air sangat tenang, tidak ada ombak. Ubur-ubur tak bersengat selalu menghibur, diselingi ikan-ikan kecil yang jumlahnya cukup banyak. Ikan-ikan kecil yang mencari celah untuk menggigiti kulit manusia. Saya sempat berpaling mencari ujung danau, ternyata tidak bisa. Sulit diketahui ujung dari Danau Kakaban. Danau ini sangat luas, entah membentang berapa kilometer. Warna air semakin jauh, semakin gelap. Kemisteriusannya benar-benar menarik hati. Mungkin hampir mirip legenda siren yang menarik para pelaut. Saya juga sempat tersihir oleh dalam dan luasnya Danau Kakaban. Seakan tidak cukup hanya berenang beberapa puluh meter dari pinggiran danau. Ingin tahu apa yang ada di dasar, apa yang ada di ujung. Saya ingin melihatnya. Tapi tentu saja, itu hanya bisikan hati. Tidak ada orang yang masuk ke dasar atau ke ujung danau saat itu.

Ubur-ubur Danau Kakaban adalah tempat yang wajib dikunjungi. Salah satu ikon dari wisata Derawan. Bermain bersama ubur-ubur, menyentuh, melihat, berfoto, dan secara tidak sengaja-maaf-menendang ubur-ubur adalah kegiatan yang langka dan menyenangkan. Karena tidak ada ombak dan arus seperti di laut, berenang pun bisa lupa waktu di sini. Yang kecil, yang sedang, yang seperti jeruk, dan yang transparan terus menerus tersaji di depan mata. Lucu dan menghibur. Sampai sekarang pun, saya selalu mengingat Danau Kakaban sebagai tempat yang menenangkan.

Kesenangan tidak berhenti di sana. Selesai istirahat sejenak, makan siang, dan minum air kelapa seharga Rp 25.000,- di dermaga Pulau Kakaban, kami bergerak menuju Pulau Sangalaki. Di perjalanan menuju Pulau Sangalaki kami berharap menemukan pari manta, jika memang jodoh. Dan ternyata, berjodohlah kami dengan pari manta. Beberapa menampakan sisi sayapnya ke atas permukaan. Masih di kapal, belum melihat langsung saja, saya sudah sangat bersemangat. Arus cukup kencang di sana, tapi ketakutan yang biasa harus dihadapi sebelum melompat dari kapal, sirna sudah. Saya ingin melompat ke lautan sekarang, secepatnya. Boot man dan guide mencari celah. Turun pertama kali, aku mendapat pandangan yang jelas dari sisi samping pari manta. Magnificent, amazing, beautiful, gorgeous, entah kata apa lagi yang sanggup menggambarkan perjumpaan langsung dengan pari manta. Mereka berenang dengan anggun dan tenang. Luar biasa. Ekor dan ukurannya tampak mengintimidasi dari dekat, tapi pari manta benar-benar tenang dan tidak ada gelagat mengganggu sama sekali.

Ketika kembali ke permukaan air, saya langsung saja berteriak seperti anak kecil. Gila ! Luar biasa ! Keren ! Entah kata apa yang terucapkan waktu itu. Kami naik ke kapal lagi untuk mencari celah mendekati manta. Aku pun turun kembali dari kapal. Kali ini pari berhadapan langung dengan kami. Face to face almost. Tapi pari itu menukik ke bawah, menghindari kami. Wuahhh ! Benar-benar gentle giant. Suguhan tidak berhenti dengan satu pari manta. Kami bergerak menjauh sedikit dan hadirlah tontonan terakhir kami, black manta. Kembali berenang dari depan menuju kami. Menukik ke bawah seperti pari manta sebelumnya. Tampak pula pinggiran bibir pari manta yang kebiruan. Dari atas, tampak sekujur tubuhnya yang benar-benar hitam legam tanpa corak keputihan. This is truly elegant black. Senyum terus merekah sampai ke atas kapal, bahkan sampai saat ini hanya dengan mengenang momen-momen itu.

Selama ini membaca dan melihat pari manta dari buku, TV kabel, dan internet, benar-benar tidak ada bandingannya dengan melihat langsung. Tidak ada kata atau foto atau video yang cukup bagus untuk mendeskripsikan perasaan bertemu langsung dengan satwa liar menakjubkan seperti itu.

Masih excited setelah bertemu manta, kami turun di Pulau Sangalaki. Pulau ini kecil dengan hamparan pasir putih tempat penyu-penyu biasa membuat sarang. Tidak ada bebatuan tajam seperti Pulau Kakaban. Dari pantai hanya tampak bangunan-bangunan sederhana. Kami perlu berjalan beberapa meter saja untuk sampai ke tujuan utama kami yaitu tukik. Tukik-tukik disimpan di dalam bak besar terbuka di luar bangunan. Di samping bak tersebut masih tampak bekas lubang sarang yang besar dan beberapa bekas kulit telur penyu.

Tukik-tukik berwarna hitam itu sangat menggemaskan. Kami berfoto bergantian dengan tukik-tukik yang berbeda. Lalu tak lama bertolak kembali ke penginapan di atas laut di Pulau Derawan.


There is more than meets the eye with Derawan. Sekian dulu untuk pengalaman di wilayah Derawan dan sekitarnya. Ditutup dengan foto dari si tukik imut. Tunggu cerita di hari selanjutnya yah :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar